Sutan Takdir: Manusia Utama


      Beta selalu menggemari pemandangan lantang: di
pinggir laut yang luas, di puncak gunung yang tinggi.
      Dan sekarang beta berdiri di tengah padang yojana:

sejauh mata memandang ruang lapang, diatas mem-
bentang gelanggang awan terbang.

      Di sini dada kurasa limpah ruah, darah mengalir
berbusa-busa, tenaga mekar tiada berhambat.

      Tuhan menjadikan manusia penguasa seluruh buana:
matanya tembus menerus segala adangan, telinganya
menangkap segala getaran, langkahnya melewati segala
watas dan tangannya menjingkau ke balik angkasa.
      
Dan hanyalah ketakutannya sendiri yang menjadikan
makhluk itu ulat papa tiada berdaya.
      Beribu tali dibelitkannya sekeliling badannya, se-
hingga akhirnya ia tiada dapat bergerak lagi.

      Picik matanya akan rahasia alam dan takutnya akan
mati disucikannya menjadi agama. Malasnya berpikir
dan menyelidiki dinamakannya percaya.

      Takutnya bertanggung jawab disembunyikannya di
balik nasib. Ngerinya berjalan sendiri dipalutnya dengan
keluhuran sepuhan adat.

      Dan akhirnya tertutuplah sekalian kemungkinan alam
yang luas baginya dalam kepompong gelap yang di-
jalinnya sendiri …….

      Sedangkan bagi kepompong ulat, makhluk yang lata
itu, alam menjanjikan kemuliaan dan kemegahan, telah
sepatutnya bagi kepompong manusia, makhluk utama
yang lengkap berakal dan berbekal itu, hanya teruntuk
kehinaan dan kemelaratan.

      Sebagai hukuman akan kealpaannya terhadap pen-
jelmaan kebesaran dan kekuasaan Tuhan dalam dirinya.

4 Mei 1944
Dari: Majalah Pembangunan, Tahun I, No. 2, 25 Desember 1945

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Servis Mobil Tanpa Takut Terpapar Covid dengan Layanan Mitsubishi

Hamka: Hanya Hati