Postingan

Servis Mobil Tanpa Takut Terpapar Covid dengan Layanan Mitsubishi

Gambar
Ibarat kata pepatah, bagai buah simalakama. Kondisi pandemi ini membuat kita serbasalah dan bingung harus melakukan apa. Di sisi lain mesti tetap produktif, namun di sisi lain juga mesti mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari Covid-19. Pasalnya, pertama kali isu pandemi covid-19 merebak pada bulan Maret lalu di Indonesia, awalnya orang-orang tidak begitu menggubrisnya karena jumlah penderitanya hanya dua orang saja. Namun, karena sikap acuh semacam ini, hari ini 16 Mei 2020 angkanya sudah naik menjadi 4,6 juta yang terkena virus covid-19 ini. Simalakama bukan? Mau diam di rumah tapi produktivitas berkurang atau tetap produktif dengan resiko terpapar virus tak kasat mata ini. Karena virusnya menyebar dan menular sangat cepat, aktifitas sosial pun jadi dibatasi untuk memutus rantai penyebaran virus ini dengan kebijakan PSBB. Setelah PSBB diterapkan dalam keseharian, orang-orang diharuskan tinggal di dalam rumah, tidak boleh keluar rumah, kecuali kamu ingin beli stok makanan

Sutan Takdir: Manusia Utama

Gambar
      Beta selalu menggemari pemandangan lantang: di pinggir laut yang luas, di puncak gunung yang tinggi.       Dan sekarang beta berdiri di tengah padang yojana: sejauh mata memandang ruang lapang, diatas mem- bentang gelanggang awan terbang.       Di sini dada kurasa limpah ruah, darah mengalir berbusa-busa, tenaga mekar tiada berhambat.       Tuhan menjadikan manusia penguasa seluruh buana: matanya tembus menerus segala adangan, telinganya menangkap segala getaran, langkahnya melewati segala watas dan tangannya menjingkau ke balik angkasa.        Dan hanyalah ketakutannya sendiri yang menjadikan makhluk itu ulat papa tiada berdaya.       Beribu tali dibelitkannya sekeliling badannya, se- hingga akhirnya ia tiada dapat bergerak lagi.       Picik matanya akan rahasia alam dan takutnya akan mati disucikannya menjadi agama. Malasnya berpikir dan menyelidiki dinamakannya percaya.       Takutnya bertanggung jawab disembunyikannya di balik nasib. Ngerinya berjalan sendiri dipalutnya denga

Sutan Takdir: Seindah Ini

Gambar
      Tuhan,       Terdengarkah kepadamu himbau burung di hutan sunyi meratapi siang di senja hari?       Remuk hancur rasa diri memandang sinar lenyap menjauh di balik gunung.       Perlahan-lahan turun malam menutupi segala pan- dangan.                                    *       Menangis, menangislah hati!       Wahai hati, alangkah sedap nikmatnya engkau pandai menangis!       Apa guna kutahan, apa guna kuhalangi?                                    *       Aku terima kasih kepadamu, Tuhan, memberiku hati tulus-penyerah seindah ini:             Sedih pedih menangis, waktu menangis!             Girang gembira tertawa, waktu tertawa!             Marak mesra bercinta, waktu bercinta!             Berkobar bernyala berjuang, waktu berjuang! 10 Agustus 1937 Dari: Pujangga Baru, Agustus, 1937

Hamka: Hanya Hati

Gambar
Gajiku kecil Pencaharian lain tak ada Kicuh buku aku tak tahu Korupsi aku tak mahir Berniaga aku tak pandai Kau minta permadani Padaku hanya tikar pandan tempat berbaring tidur seorang Kau minta tas atom Padaku hanya kampir Matur Kau minta rumah indah Perabot cukup Lihatlah! Gubukku tiris Kau minta kereta bagus Aku hanya orang kecil Apa dayaku Kekayaanku hanya satu, dik Hati Hati yang luas tak bertepi Cinta yang dalam tak terajuk

Hamka: Nikmat Hidup

Gambar
Setelah diri bertambah besar di tempat kecil tak muat lagi, Setelah harga bertambah tinggi orang pun segan datang menawar, Rumit beredar di tempat kecil kerap bertemu kawan yang culas, Laksana ombak di dalam gelas diri merasai bagai terpencil Walaupun musnah harta dan benda harga diri janganlah jatuh, Binaan pertama walaupun runtuh Kerja yang baru mulailah pula, Pahlawan budi tak pernah nganggur khidmat hidup sambung bersambung, Kadang turun kadang membumbung sampai istirahat di liang kubur, Tahan haus tahan lapar bertemu sulit hendaklah tenang, Memohon-mohon jadikan pantang dari mengemis biar terkapar, Hanya dua tempat bertanya pertama tuhan kedua hati, Dari mulai hidup sampai pun mati timbangan insan tidaklah sama, Hanya sekali singgah ke alam sesudah mati tak balik lagi, Baru rang tahu siapa diri setelah tidur di kubur kelam, Wahai diriku teruslah maju di tengah jalan janganlah berhenti, Sebelum ajal, janganlah mati keridhaan Allah, itulah tuju, Selama tampak tubuh jsmani gelanggang

Sapardi: Yang Fana adalah Waktu

Gambar
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu Kita abadi Sapardi Djoko Damono

Sapardi: Aku Ingin

Gambar
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Sapardi Djoko Damono