Ibarat kata pepatah, bagai buah simalakama. Kondisi pandemi ini membuat kita serbasalah dan bingung harus melakukan apa. Di sisi lain mesti tetap produktif, namun di sisi lain juga mesti mengurangi aktivitas di luar rumah untuk menghindari Covid-19. Pasalnya, pertama kali isu pandemi covid-19 merebak pada bulan Maret lalu di Indonesia, awalnya orang-orang tidak begitu menggubrisnya karena jumlah penderitanya hanya dua orang saja. Namun, karena sikap acuh semacam ini, hari ini 16 Mei 2020 angkanya sudah naik menjadi 4,6 juta yang terkena virus covid-19 ini. Simalakama bukan? Mau diam di rumah tapi produktivitas berkurang atau tetap produktif dengan resiko terpapar virus tak kasat mata ini. Karena virusnya menyebar dan menular sangat cepat, aktifitas sosial pun jadi dibatasi untuk memutus rantai penyebaran virus ini dengan kebijakan PSBB. Setelah PSBB diterapkan dalam keseharian, orang-orang diharuskan tinggal di dalam rumah, tidak boleh keluar rumah, kecuali kamu ingin beli stok makanan...
Setelah diri bertambah besar di tempat kecil tak muat lagi, Setelah harga bertambah tinggi orang pun segan datang menawar, Rumit beredar di tempat kecil kerap bertemu kawan yang culas, Laksana ombak di dalam gelas diri merasai bagai terpencil Walaupun musnah harta dan benda harga diri janganlah jatuh, Binaan pertama walaupun runtuh Kerja yang baru mulailah pula, Pahlawan budi tak pernah nganggur khidmat hidup sambung bersambung, Kadang turun kadang membumbung sampai istirahat di liang kubur, Tahan haus tahan lapar bertemu sulit hendaklah tenang, Memohon-mohon jadikan pantang dari mengemis biar terkapar, Hanya dua tempat bertanya pertama tuhan kedua hati, Dari mulai hidup sampai pun mati timbangan insan tidaklah sama, Hanya sekali singgah ke alam sesudah mati tak balik lagi, Baru rang tahu siapa diri setelah tidur di kubur kelam, Wahai diriku teruslah maju di tengah jalan janganlah berhenti, Sebelum ajal, janganlah mati keridhaan Allah, itulah tuju, Selama tampak tubuh jsmani gelanggang...
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu. Sapardi Djoko Damono
Komentar
Posting Komentar